Suara Nurani Soe Hok Gie

Soe Hok Gie adalah seorang tokoh aktivis dan intelektual yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Indonesia. Meskipun hidupnya singkat, Ia dikenal karena pemikiran dan tulisannya yang kritis dan berani bersuara melawan ketidakadilan. Perjalanan Soe Hok Gie dimulai saat masa transisi politik Indonesia yang penuh gejolak, pemikirannya diyakini sebagai gerakan yang berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan Ia merupakan orang pertama yang mengkritik tajam rezim orde baru. Dalam situasi itu, Ia menyuarakan pemikiran dan pendapatnya lewat tulisan-tulisannya di media massa, Ia menjadi simbol generasi muda yang kritis dan idealis dalam menggerakan kesadaran sosial-politik di kalangan mahasiswa.
Peran Soe Hok Gie dalam perjuangan kemerdekaan dan reformasi tidak dapat diukur dari senjata atau kekuasaan, melainkan dari pemikirannya yang tajam. Ia berperan besar dalam gerakan mahasiswa angkatan ‘66 yang menolak praktik penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan penindasan rakyat. Melalui tulisan-tulisannya di koran, majalah, dan bukunya “Catatan Seorang Demonstran”, Ia menyampaikan gagasan kritis yang menginspirasi banyak mahasiswa untuk berpikir lebih kritis. Ia menolak kompromi dengan kemunafikan dan fanatisme ideologi, serta berdiri tegak di atas nilai kebenaran dan kemanusiaan. Meskipun Ia meninggal muda, gagasan dan tulisannya mengenai keberanian, kejujuran, serta semangat kritis menjadi dasar moral yang berpengaruh pada gerakan mahasiswa di tahun 1998.
Dari sosok Soe Hok Gie, terdapat banyak nilai yang dapat diteladani oleh generasi sekarang. Pertama, nilai kejujuran intelektual, Ia selalu menyuarakan apa yang diyakininya benar, tanpa memanipulasi fakta demi keuntungan pribadi. Kedua, nilai keberanian moral. Gie tidak gentar meskipun kritiknya terhadap penguasa dapat membahayakan diri sendiri. Ia yakin bahwa kebenaran harus dikatakan, bahkan jika itu berisiko. Ketiga, nilai cinta tanah air. Meskipun sering membayangkan kekecewaannya terhadap kondisi politik Indonesia, cintanya terhadap negara tetap konkrit dalam setiap perjuangannya. Ia menulis: “Nasionalisme adalah suatu rasa cinta yang besar sekali terhadap tanah air.” Empat, nilai kemandirian berpikir. Ia tidak terperangkap dalam golongan tertentu atau tunduk terhadap kepentingan politik praktis, tapi berdiri atas prinsip kemanusiaan. Lima, nilai kesederhanaan hidup. Gie tidak tertarik pada jabatan atau kekayaan, ia lebih memilih mendaki gunung dan hidup dekat dengan alam sebagai bentuk kontemplasi dan penghayatan kehidupan.
Soe Hok Gie juga menghidupi nilai-nilai dalam kitab suci dalam perjuangannya bagi kehidupan bangsa dan negara. Jika kita lihat, Soe Hok Gie sendiri memiliki prinsip spiritual sebagai dasar nya dalam hidup bernegara. Kejujuran Intelektual yang beliau pegang semasa hidupnya sejalan dengan ayat kitab suci yang mengatakan “Janganlah engkau berdusta seorang kepada yang lain” (Kolose 3:9). Gie menghidupi prinsip dari ayat ini yang terbukti dari cara beliau melihat kejujuran sebagai fondasi kehidupan bermasyarakat yang adil, dan melalui tulisannya Gie menolak segala bentuk kebohongan politik.
Keberanian Moral, Gie mencerminkan semangat ini seperti apa yang dikatakan di kitab suci pada 2 Timotius 1:7 “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban.” Keberanian yang beliau lakukan bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan demi kebenaran yang dapat membebaskan masyarakat dari penindasan.
Cinta Tanah Air, Yohanes 15:13 mengatakan: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Dari ayat beliau memaknai arti nasionalisme yang sesungguhnya. Nasionalisme Gie bukan hanya slogan kosong, melainkan cinta yang dihidupinya dalam keberpihakan pada rakyat.
Kritis dalam Berpikir, dari sejarah hidupnya kita dapat belajar bahwa Gie adalah seorang yang menolak keras fanatisme buta atau kepentingan kelompok. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Roma 12:2: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah.”
Relevansi nilai-nilai tersebut sangat erat dengan nilai-nilai Vinsensian, yaitu semangat yang diwariskan oleh Santo Vinsensius a Paulo. Nilai Vinsensian menekankan cinta kasih, pelayanan kepada sesama terutama yang miskin dan lemah, kesederhanaan, keberanian, serta semangat membela keadilan. Dalam hidupnya, Soe Hok Gie menunjukkan nilai-nilai yang sama. Keberaniannya melawan tirani dan kesederhanaan hidupnya mencerminkan nilai-nilai Vinsensian. Perhatiannya terhadap rakyat kecil yang tertindas selaras dengan semangat pelayanan dan kasih kepada sesama. Dengan demikian, nilai-nilai Gie dapat dipahami sebagai bagian dari panggilan untuk terlibat aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan dasar iman dan kasih yang tulus.
Dari perjalanan hidup Soe Hok Gie kita dapat belajar bahwa perjuangan tidak selalu berarti menduduki jabatan tinggi atau memegang kekuasaan. Perjuangan bisa dilakukan melalui pena, gagasan, dan keberanian untuk melawan arus. Ia menjadi teladan bahwa mahasiswa dan generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga moralitas bangsa. Kehidupannya mengingatkan kita bahwa suara nurani tidak boleh bungkam, karena keheningan di hadapan ketidakadilan hanya akan memperkuat tirani. Dalam catatannya, ia pernah menulis: “Seorang filsuf Yunani pernah menulis… bahwa lebih berbahaya menjadi dungu daripada menjadi penjahat. Karena kebodohanlah yang membuat dunia kita semakin sengsara.” Kutipan ini menegaskan bahwa bagi Gie, kecerdasan dan keberanian berpikir kritis adalah senjata paling ampuh melawan penindasan. Dengan meneladani Gie, generasi muda dapat belajar bahwa suara nurani, meski kecil, memiliki kekuatan besar untuk membawa perubahan.
Leave a Reply