
Wonton Noodles dan Steamed egg custard merupakan hidangan yang berasal dari Guangdong, China. Kedua makanan ini tak hanya terkenal karena rasanya, tetapi juga kisah yang melatarbelakanginya. Guangdong dikenal sebagai pusat kuliner Kanton. Makanan dalam budaya ini bukan hanya sebagai pengenyang perut, melainkan bentuk ekspresi dari hidup dan rasa hormat dari tradisi mereka.
Wonton Noodles (云吞面 – yúntūn miàn) menjadi salah satu simbol makanan rakyat yang tetap populer hingga sekarang. Mie wonton pertama kali muncul pada bagian tengah Tiongkok, di wilayah Hunan. Dari Hunan, hidangan ini menyebar ke daerah Guangdong pada masa Dinasti Tang (abad ke-7) hingga Dinasti Song (abad ke-13). Pada awal persebarannya, mie wonton hanyalah pangsit yang berisi daging cincang tanpa tambahan lain. Namun, ketika makanan ini telah menemukan jalannya ke Guangdong, bentuknya mulai berkembang pesat. Mereka mulai menambahkan telur ke dalam adonan mie serta kulit pangsit agar lebih lembut. Kuah yang digunakan juga bukan hanya air lagi, melainkan menggunakan kaldu udang, ikan, ataupun tulang babi sehingga menciptakan rasa khas yang lebih ringan dan segar.
Mie ini terus berkembang pada daerah Guangdong dan mulai menjadi hidangan sehari-hari. Hidangan ini sering disantap pada pagi maupun sore dan malam. Mie wonton tidak hanya menyebar ke Guangdong, tetapi juga ke area lain dimana mereka memiliki sentuhan khasnya tersendiri.
Steamed Egg Custard (蒸水蛋 – zhēng shuǐ dàn) merupakan hidangan yang memiliki tekstur lembut dan bisa menimbulkan rasa menenangkan. Makanan ini menunjukkan keseimbangan rasa dan tekstur. Berbeda dari mie wonton, hidangan ini mulai dikenal sekitar masa Dinasti Ming (abad ke-17). Dalam budaya Tiongkok, cara memasak dan mengukus dianggap sebagai metode memasak yang paling sehat. Dengan mengukus makanan, kita tidak akan memerlukan minyak berlebih dan juga bisa menghasilkan tekstur makanan yang lebih halus. Oleh karena itu, steamed egg custard ini sering dianggap sebagai hidangan yang cocok untuk semua kalangan umur ataupun cocok bagi mereka yang sedang memulihkan diri dari penyakit.
Steamed egg custard terbuat dari campuran telur dan air atau kaldu. Campuran bahan itu kemudian akan dikukus perlahan hingga mengental. Versi Tradisional makanan ini terasa gurih dengan tambahan daging cincang, udang, dan jamur. Akan tetapi, dalam perkembangannya hidangan ini juga memiliki versi manis dimana mereka menggunakan campuran susu dan gula. Mirip seperti puding pada kehidupan modern kita, steamed egg custard akhirnya memiliki rasa lembut yang ditemani oleh aroma harum dari topping manis tersebut. Dalam restoran Kanton, hidangan ini sering disajikan sebagai menu pembuka ataupun hidangan sampingan karena rasanya yang ringan dan membuat perut terasa nyaman, cocok untuk menemani hidangan utama.
Kedua makanan ini memiliki filosofi yang mirip dalam dunia kuliner Kanton. Keduanya menggambarkan kesederhanaan yang elegan. Mie wonton menghadirkan keseimbangan rasa gurih, lembut, dan segar, sementara steamed egg custard menunjukkan ketelitian dan kesabaran dalam mengolah bahan sederhana menjadi sesuatu yang istimewa. Dalam budaya mereka, kemampuan untuk membuat makanan yang lembut dan seimbang dianggap sebagai tanda keahlian seorang juru masak sejati.
Tidak hanya mengalami perubahan saat tiba di Guangdong, tetapi wonton noodles maupun steamed egg custard juga mengalami adaptasi budaya di berbagai negara Asia Tenggara. Setiap daerah memiliki versinya masing-masing, menyesuaikan dengan bahan-bahan lokal daerah. Uniknya, mie wonton ini tetap mempertahankan rasa khas Kanton. Kedua makanan ini mudah diterima oleh berbagai kalangan karena rasanya yang lembut dan tidak terlalu kuat. Di Indonesia, mie wonton atau wonton noodles lebih dikenal sebagai mie pangsit. Ada banyak variasi yang dihidangkan di Indonesia, mau itu dalam bentuk mie goreng ataupun kuah. Sementara itu, steamed egg custard kadang muncul dalam bentuk hidangan manis di restoran atau kafe lokal. Perubahan ini membuktikan bahwa makanan bisa menyebrangi budaya, menyatukan orang dari berbagai macam latar belakang.
Leave a Reply