Artikel “Frans Seda” – Kelompok 1

Membangun Bangsa dengan Keteladanan Frans Seda

Indonesia tahun 2025 sangat berbeda dengan Indonesia pada tahun 1966. Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam hal kepemimpinan. Saat ini, masyarakat sering merasa bahwa banyak pejabat publik justru terjebak dalam korupsi, seperti ‘tikus-tikus’ yang mencuri ‘lumbung’ rakyat. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai integritas yang dulu diajarkan oleh tokoh bangsa seperti Frans Seda. Nilai-nilai yang diwariskannya, terutama dalam bidang ekonomi dan pemerintahan, kini mulai hilang seolah terhapus seperti jejak kaki di salju; padahal teladan Frans Seda menunjukkan bahwa kejujuran, cinta tanah air dan kepedulian sosial adalah pondasi penting bagi keberlangsungan bangsa.

Frans Seda lahir di Maumere, Flores 4 Oktober 1926. Sejak kecil, ia meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu. Saat kelas dua Sekolah Rakyat di Ndao, ia pernah membaca puisi berbahasa Belanda di depan Soekarno yang sedang menjalani pengasingan di Ende. Peristiwa itu menjadi awal yang menampilkan bakatnya dalam bahasa dan kemampuan berpikir kritis. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Muntilan, Jawa Tengah, sebelum Perang Dunia II menghambat pendidikannya. Setelah perang dunia usai, ia melanjutkan studi ekonomi di Tilburg, Belanda; kemudian kembali ke Indonesia pada 1956 lalu terjun ke dunia politik lewat Partai Katolik Indonesia dan bahkan menjadi ketua umum pada periode 1961-1968.

Karier politik Frans Seda sangat panjang dan penting. Ia pernah menjadi Menteri Perkebunan (1964–1966), Menteri Pertanian (1966), Menteri Keuangan (1966–1968) dan Menteri Perhubungan (1968–1973). Dalam bidang ekonomi, ia dikenal karena kebijakan anggaran berimbang yang berhasil menstabilkan keuangan negara di masa transisi kekuasaan. Meski kemudian ia juga mengkritik kebijakan tersebut, keberaniannya untuk berpikir terbuka menunjukkan bahwa ia bukan sekadar birokrat, tapi negarawan yang memikirkan masa depan bangsa. Lebih dari itu ia selalu menekankan nilai integritas, baik dalam kehidupan publik maupun pribadi. Sejak dini, ia mengajarkan anak-anaknya membedakan dengan jelas antara milik negara dan milik pribadi, sikap yang sudah jarang ditemui pada pejabat masa kini.

Nilai-nilai yang dijalankan oleh Frans Seda sangat relevan untuk Indonesia saat ini. Pertama, semangat kejujuran dan integritas sangat dibutuhkan terutama di tengah maraknya korupsi yang merusak kepercayaan masyarakat. Kedua, kepedulian sosial yang ia contohkan sesuai dengan amanat konstitusi, khususnya Pasal 34 UUD 1945, yang menegaskan kewajiban negara untuk menjaga fakir miskin dan anak terlantar. Ketiga, toleransi yang ia jaga selama di Partai Katolik jadi contoh penting bagi bangsa Indonesia yang plural. Semua nilai ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya soal kebijakan ekonomi, tapi juga karakter pemimpin yang kuat dan bermoral.

Frans Seda juga mengajarkan bahwa iman dan nilai kemanusiaan bisa berjalan bersama dalam politik. Kasih pada sesama (Matius 22:39), kejujuran (Amsal 12:22) dan kemurahan hati (Lukas 6:36) bukan hanya nasihat agama, tapi prinsip hidup yang ia terapkan dalam kebijakan dan sikap sehari-hari. Pandangan ini cocok dengan nilai Vinsensian yang menekankan kesederhanaan, pelayanan pada kaum miskin dan persaudaraan antar manusia. Di sinilah arti penting prinsip hidup Frans Seda, yang mana politik bukan hanya tentang kekuasaan, tapi tentang pelayanan bagi kesejahteraan masyarakat.

Oleh sebab itu, sudah saatnya masyarakat Indonesia -terutama generasi muda- menghidupkan kembali nilai-nilai yang diwariskan Frans Seda. Kejujuran bisa dimulai dari hal sederhana seperti menolak kecurangan di sekolah atau kantor. Cinta tanah air dapat diwujudkan lewat prestasi dan kontribusi positif bagi bangsa. Toleransi perlu diterapkan dengan menghargai keberagaman suku, agama dan ras di lingkungan sekitar. Kepedulian sosial juga bisa dilakukan melalui kegiatan pelayanan atau membantu orang yang membutuhkan. Jika nilai-nilai ini dijalankan, Indonesia bisa tumbuh tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara budaya, moral dan sosial.

Frans Seda bukan hanya tokoh sejarah, melainkan teladan moral tentang integritas yang merupakan modal utama kepemimpinan. Di tengah masalah korupsi, ketimpangan sosial dan melemahnya persatuan, menghidupkan kembali nilai-nilai Frans Seda adalah hal penting. Jika generasi sekarang bisa mengambil inspirasinya, cita-cita Indonesia yang adil, makmur dan bermartabat bukanlah mimpi, melainkan kenyataan yang bisa dicapai bersama.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *